Hak Angket dari DPR, Serangan Balik Kasus E-KTP ke KPK?
Jakarta - Tekanan politik dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mulai muncul di tengah persidangan perkara dugaan korupsi proyek e-KTP. Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah dan Fadli Zon mengusulkan agar koleganya di Senayan menggunakan hak
angket atau menyelidiki pengusutan kasus tersebut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang mereka nilai janggal. “Perlu dipelajari sumber informasi penyidik itu dari mana sehingga tak ada orang yang dirugikan,” ujar Fadli Zon, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 15 Maret 2017.
Wacana hak angket mencuat setelah dakwaan korupsi proyek e-KTP, dengan terdakwa dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis pekan lalu. Dalam persidangan itu, terungkap dugaan penggelembungan harga (markup) e-KTP yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,3 triliun dan melibatkan puluhan anggota DPR periode 2009-2014. Pada Kamis, 16 Maret 2017, sidang kedua akan digelar dengan menghadirkan delapan saksi, yang terdiri atas mantan pejabat pemerintah dan DPR.
Dalam berkas dakwaan disebutkan sedikitnya 62 anggota dan mantan anggota DPR dari semua fraksi diduga menerima duit dari para terdakwa dan pengusaha yang terlibat dalam proyek ini. Nilai total dana tersebut disinyalir mencapai hampir Rp 198 miliar. Angka ini belum termasuk kesepakatan Rp 460 miliar jatah partai dan Rp 574,2 miliar, masing-masing untuk Ketua Fraksi Demokrat Anas Urbaningrum dan Ketua Fraksi Golkar yang kini Ketua DPR, Setya Novanto.
Fahri mengklaim 10 anggota Dewan telah mendukung usul tersebut, meski ia enggan mengungkapkan detailnya. Sesuai dengan ketentuan, hak angket dapat diusulkan oleh sedikitnya 25 anggota DPR dari fraksi yang berbeda. Usul tersebut harus disetujui oleh 50 persen tambah satu orang anggota dalam rapat paripurna.
Namun sejumlah fraksi menolak usul dua pemimpin DPR tersebut. "Justru ketika masalah e-KTP ditarik ke wilayah politik melalui hak angket, akan timbul kecurigaan bahwa DPR membentengi elite-elite tertentu. Itu yang harus kami hindari," kata Sekretaris Fraksi Partai Hanura Dadang Rusdiana. Senada, Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno menilai hak angket akan menghalangi persidangan dan penyidikan KPK.
Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Hifdzil Alim, menilai usul hak angket itu tak lebih dari serangan balik kepada KPK. Bentuk lainnya adalah upaya DPR, lewat Badan Keahlian, mengampanyekan rencana revisi Undang-Undang KPK di sejumlah perguruan tinggi. Ia berharap DPR tidak menggunakan hak politiknya untuk membela kepentingan lembaga atau individu yang diduga terlibat dalam korupsi.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Firman Soebagyo menampik rencana revisi itu sebagai bentuk serangan balik lembaganya kepada KPK. Namun ia membenarkan sosialisasi draf revisi dalam sebulan terakhir ini merupakan perintah pimpinan Dewan. “Badan Legislasi hanya menjadi narasumber,” ujarnya.
Alih-alih gentar terhadap tekanan politik DPR, Ketua KPK Agus Rahardjo, kemarin, memastikan lembaganya justru sedang bersiap menetapkan tersangka baru dalam perkara ini. “Sedang menunggu gelar perkara,” ujarnya. Agus berharap tak ada pihak yang menghalangi KPK dalam mengungkap korupsi.
INDRI MAULIDAR | AHMAD FAIZ | MAYA AYU
angket atau menyelidiki pengusutan kasus tersebut oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang mereka nilai janggal. “Perlu dipelajari sumber informasi penyidik itu dari mana sehingga tak ada orang yang dirugikan,” ujar Fadli Zon, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu, 15 Maret 2017.
Wacana hak angket mencuat setelah dakwaan korupsi proyek e-KTP, dengan terdakwa dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, dibacakan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis pekan lalu. Dalam persidangan itu, terungkap dugaan penggelembungan harga (markup) e-KTP yang merugikan keuangan negara sebesar Rp 2,3 triliun dan melibatkan puluhan anggota DPR periode 2009-2014. Pada Kamis, 16 Maret 2017, sidang kedua akan digelar dengan menghadirkan delapan saksi, yang terdiri atas mantan pejabat pemerintah dan DPR.
Dalam berkas dakwaan disebutkan sedikitnya 62 anggota dan mantan anggota DPR dari semua fraksi diduga menerima duit dari para terdakwa dan pengusaha yang terlibat dalam proyek ini. Nilai total dana tersebut disinyalir mencapai hampir Rp 198 miliar. Angka ini belum termasuk kesepakatan Rp 460 miliar jatah partai dan Rp 574,2 miliar, masing-masing untuk Ketua Fraksi Demokrat Anas Urbaningrum dan Ketua Fraksi Golkar yang kini Ketua DPR, Setya Novanto.
Fahri mengklaim 10 anggota Dewan telah mendukung usul tersebut, meski ia enggan mengungkapkan detailnya. Sesuai dengan ketentuan, hak angket dapat diusulkan oleh sedikitnya 25 anggota DPR dari fraksi yang berbeda. Usul tersebut harus disetujui oleh 50 persen tambah satu orang anggota dalam rapat paripurna.
Namun sejumlah fraksi menolak usul dua pemimpin DPR tersebut. "Justru ketika masalah e-KTP ditarik ke wilayah politik melalui hak angket, akan timbul kecurigaan bahwa DPR membentengi elite-elite tertentu. Itu yang harus kami hindari," kata Sekretaris Fraksi Partai Hanura Dadang Rusdiana. Senada, Wakil Ketua Fraksi PDI Perjuangan Hendrawan Supratikno menilai hak angket akan menghalangi persidangan dan penyidikan KPK.
Peneliti dari Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Hifdzil Alim, menilai usul hak angket itu tak lebih dari serangan balik kepada KPK. Bentuk lainnya adalah upaya DPR, lewat Badan Keahlian, mengampanyekan rencana revisi Undang-Undang KPK di sejumlah perguruan tinggi. Ia berharap DPR tidak menggunakan hak politiknya untuk membela kepentingan lembaga atau individu yang diduga terlibat dalam korupsi.
Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Firman Soebagyo menampik rencana revisi itu sebagai bentuk serangan balik lembaganya kepada KPK. Namun ia membenarkan sosialisasi draf revisi dalam sebulan terakhir ini merupakan perintah pimpinan Dewan. “Badan Legislasi hanya menjadi narasumber,” ujarnya.
Alih-alih gentar terhadap tekanan politik DPR, Ketua KPK Agus Rahardjo, kemarin, memastikan lembaganya justru sedang bersiap menetapkan tersangka baru dalam perkara ini. “Sedang menunggu gelar perkara,” ujarnya. Agus berharap tak ada pihak yang menghalangi KPK dalam mengungkap korupsi.
INDRI MAULIDAR | AHMAD FAIZ | MAYA AYU
Tidak ada komentar