Dana Desa: Sumber Korupsi atau Pendorong Pembangunan Desa?
Operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Pamekasan, Madura, Jawa Timur, menetapkan bupati, kepala desa, dan kepala Kejaksaan Negeri Pamekasan menjadi tersangka kasus dugaan korupsi dana desa.
Kasus ini menguatkan kekhawatiran sejumlah kalangan tentang pengelolaan dana yang dinilai rawan korupsi.
Di Pamekasan sendiri beberapa warga mengaku tidak merasakan manfaat dana desa. "Tidak ada manfaatnya", kata Maulana kepada Mustofa, wartawan di Pamekasan.
Warga Pamekasan lain, Syaiful juga mengeluhkan hal serupa.
"Kurang manfaatnya di masyarakat, khususnya di desa saya. Kayak Branta Tinggi dan sekitarnya itu banyak yang tidak berjalan pembangunan. Contoh seperti pengaspalan, paving (pembuatan trotoar), bahkan bantuan-bantuan (yang) masyarakat itu sangat tahu seperti raskin," katanya.
Desa-desa yang 'berhasil'
Meski begitu, ada juga desa yang berhasil memanfaatkan dana yang dikucurkan sejak 2015 sesuai UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa itu. Salah satunya di desa Cicantayan Sukabumi.
Kepala Desa Dzulfikar Ali Hakim mengatakan selama ini dana desa dimanfaatkan untuk pembangunan infrastuktur dan pemberdayaan warga.
"Paling tidak dari tahun 2015 itu sudah memiliki satu buah gedung olahraga untuk bulutangkis indoor, beberapa bangunan posyandu yang baru, kemudian kami juga membangun jalan-jalan lingkungan. Dan yang sekarang sedang kami buat itu adalah sejenis bendungan mini untuk pengairan sawah dan kebutuhan air rumah tangga," kata Dzulfikar.
"Di pemberdayaan, paling tidak dari dana desa sudah bisa menghasilkan beberapa wirausaha baru dan beberapa peternak baru yang rata-rata didominasi oleh orang muda," tambahnya.
Semua pembangunan itu dilakukan dengan total dana kucuran sekitar Rp1,6 milyar selama tiga tahun.
Hak atas foto Ulet Ifansasti/Getty Images
Image caption Pembangunan infratruktur seperti jembatan dan jalan yang minim di daerah-daerah menjadi alasan pengucuran dana desa.
Menurut Agung Riyadi, wartawan situs villagerspost.com yang memantau isu ketahanan pangan dan pedesaan di Indonesia, banyak desa lain yang merasakan manfaat dana, yang nilainya mencapai ratusan juta per tahun per satu desa tersebut.
"Seperti misalnya di Kalensari Indramayu, dana desa memperbaiki saluran air untuk ke sawah-sawah. Di sana juga sudah buat BUMDES (Badan usaha milik desa)," papar Agung.
"Di NTT di Desa Mbatakapidu itu buat demplot tanaman yang punya nilai jual seperti buah naga," tambahnya.
"Di NTT juga, namun Saya lupa nama desanya, mereka menggunakan dana desa itu untuk mengembangkan wisata. Mereka punya objek wisata gua peninggalan sejarah dan membangun instalasi air minum."
Keterlibatan warga
Dalam pengamatannya, kunci keberhasilan dana desa adalah perencanaan yang baik dan keterlibatan warga dalam dalam perencanaan dan pengawasan.
"Yang paling krusial adalah banyak desa belum paham ketika mereka dikasih uang, dikasih dana untuk membangun desa, kadang-kadang mereka tidak tahu harus diapain. Ini yang penting aparat desa diberikan pemahaman-pemahaman. Termasuk warganya diberi pemahaman bahwa mereka punya hak untuk juga terlibat dalam rencana pembangunan desa," tutur Agung.
Hal serupa diutarakan Ade Irawan, Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW). Keterlibatan warga desa penting dalam pengawasan dana yang dibagikan ke hampir 75.000 desa di seluruh Indonesia.
"Kalau masyarakat merasa kalau dana desa ini adalah uang mereka, ada informasi kepada mereka kalau ini adalah uang mereka, bisa dipakai untuk menjawab kepentingan atau masalah mereka, saya kira dengan sendirinya mereka mau untuk ikut melakukan pengawasan," jelas Ade.
"Tinggal memang diberikan ketrampilan untuk melakukan pengawasan. Tugas pendamping desa untuk memberdayakan masyarakat agar mau melakukan pengawasan," tambah Ade.
Hak atas foto Agung Parameswara/Getty Images
Image caption Dana desa juga kerap digunakan untuk membangun pengairan, baik untuk sawah atau rumah tangga.
Pengawasan ini, terlebih lagi menjadi sangat penting karena ICW pada 2016 lalu menemukan bahwa korupsi dana desa meningkat pesat, menempati peringkat ketiga sektor yang paling banyak ditangani penegak hukum.
Praktik pengawasan yang dilakukan di Desa Cicantayan yang berpopulasi 8.624 jiwa adalah dengan membuat buletin desa setiap minggu.
"Sejak 2015 kami membuat buletin desa yang isinya tentang informasi perencanaan, informasi anggaran dan sebagainya yang kami bagikan setiap jumat ketika masyarakat salat Jumat," kata Dzulfikar, kepala desa.
Tahun 2017, pemerintah mengucurkan Rp60 trilyun untuk dibagikan ke 74.910 desa, 90%nya dibagikan secara merata ke seluruh desa, 10%nya dibagikan berdasarkan empat indikator: luas wilayah, jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin dan indeks kesulitan geografi.
Kasus ini menguatkan kekhawatiran sejumlah kalangan tentang pengelolaan dana yang dinilai rawan korupsi.
Di Pamekasan sendiri beberapa warga mengaku tidak merasakan manfaat dana desa. "Tidak ada manfaatnya", kata Maulana kepada Mustofa, wartawan di Pamekasan.
Warga Pamekasan lain, Syaiful juga mengeluhkan hal serupa.
"Kurang manfaatnya di masyarakat, khususnya di desa saya. Kayak Branta Tinggi dan sekitarnya itu banyak yang tidak berjalan pembangunan. Contoh seperti pengaspalan, paving (pembuatan trotoar), bahkan bantuan-bantuan (yang) masyarakat itu sangat tahu seperti raskin," katanya.
Desa-desa yang 'berhasil'
Meski begitu, ada juga desa yang berhasil memanfaatkan dana yang dikucurkan sejak 2015 sesuai UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa itu. Salah satunya di desa Cicantayan Sukabumi.
Kepala Desa Dzulfikar Ali Hakim mengatakan selama ini dana desa dimanfaatkan untuk pembangunan infrastuktur dan pemberdayaan warga.
"Paling tidak dari tahun 2015 itu sudah memiliki satu buah gedung olahraga untuk bulutangkis indoor, beberapa bangunan posyandu yang baru, kemudian kami juga membangun jalan-jalan lingkungan. Dan yang sekarang sedang kami buat itu adalah sejenis bendungan mini untuk pengairan sawah dan kebutuhan air rumah tangga," kata Dzulfikar.
"Di pemberdayaan, paling tidak dari dana desa sudah bisa menghasilkan beberapa wirausaha baru dan beberapa peternak baru yang rata-rata didominasi oleh orang muda," tambahnya.
Semua pembangunan itu dilakukan dengan total dana kucuran sekitar Rp1,6 milyar selama tiga tahun.
Hak atas foto Ulet Ifansasti/Getty Images
Image caption Pembangunan infratruktur seperti jembatan dan jalan yang minim di daerah-daerah menjadi alasan pengucuran dana desa.
Menurut Agung Riyadi, wartawan situs villagerspost.com yang memantau isu ketahanan pangan dan pedesaan di Indonesia, banyak desa lain yang merasakan manfaat dana, yang nilainya mencapai ratusan juta per tahun per satu desa tersebut.
"Seperti misalnya di Kalensari Indramayu, dana desa memperbaiki saluran air untuk ke sawah-sawah. Di sana juga sudah buat BUMDES (Badan usaha milik desa)," papar Agung.
"Di NTT di Desa Mbatakapidu itu buat demplot tanaman yang punya nilai jual seperti buah naga," tambahnya.
"Di NTT juga, namun Saya lupa nama desanya, mereka menggunakan dana desa itu untuk mengembangkan wisata. Mereka punya objek wisata gua peninggalan sejarah dan membangun instalasi air minum."
Keterlibatan warga
Dalam pengamatannya, kunci keberhasilan dana desa adalah perencanaan yang baik dan keterlibatan warga dalam dalam perencanaan dan pengawasan.
"Yang paling krusial adalah banyak desa belum paham ketika mereka dikasih uang, dikasih dana untuk membangun desa, kadang-kadang mereka tidak tahu harus diapain. Ini yang penting aparat desa diberikan pemahaman-pemahaman. Termasuk warganya diberi pemahaman bahwa mereka punya hak untuk juga terlibat dalam rencana pembangunan desa," tutur Agung.
Hal serupa diutarakan Ade Irawan, Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW). Keterlibatan warga desa penting dalam pengawasan dana yang dibagikan ke hampir 75.000 desa di seluruh Indonesia.
"Kalau masyarakat merasa kalau dana desa ini adalah uang mereka, ada informasi kepada mereka kalau ini adalah uang mereka, bisa dipakai untuk menjawab kepentingan atau masalah mereka, saya kira dengan sendirinya mereka mau untuk ikut melakukan pengawasan," jelas Ade.
"Tinggal memang diberikan ketrampilan untuk melakukan pengawasan. Tugas pendamping desa untuk memberdayakan masyarakat agar mau melakukan pengawasan," tambah Ade.
Hak atas foto Agung Parameswara/Getty Images
Image caption Dana desa juga kerap digunakan untuk membangun pengairan, baik untuk sawah atau rumah tangga.
Pengawasan ini, terlebih lagi menjadi sangat penting karena ICW pada 2016 lalu menemukan bahwa korupsi dana desa meningkat pesat, menempati peringkat ketiga sektor yang paling banyak ditangani penegak hukum.
Praktik pengawasan yang dilakukan di Desa Cicantayan yang berpopulasi 8.624 jiwa adalah dengan membuat buletin desa setiap minggu.
"Sejak 2015 kami membuat buletin desa yang isinya tentang informasi perencanaan, informasi anggaran dan sebagainya yang kami bagikan setiap jumat ketika masyarakat salat Jumat," kata Dzulfikar, kepala desa.
Tahun 2017, pemerintah mengucurkan Rp60 trilyun untuk dibagikan ke 74.910 desa, 90%nya dibagikan secara merata ke seluruh desa, 10%nya dibagikan berdasarkan empat indikator: luas wilayah, jumlah penduduk, jumlah penduduk miskin dan indeks kesulitan geografi.
Tidak ada komentar